Tuesday, 6 December 2016

Persepsi, Sikap dan Emosi

I. PERSEPSI
Apakah Persepsi itu, dan mengapa persepsi itu penting?
Persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Tidak selalu berbeda, namun sering terdapat ketidaksepakatan.
Mengapa persepsi itu penting dalam studi OB? Semata-mata karena perilaku manusia didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas yang ada, bukan mengenai realitas itu sendiri. Dunia seperti yang dipersepsikan adalah dunia yang penting dari segi perilaku.


A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutar balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada dalam pihak pelaku persepsi, dalam obyek atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat. Gambar 1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.


B. Persepsi Orang Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Sekarang beralih ke penerapan paling relevan dari konsep-konsep persepsi ke OB. Ini adalah isu persepsi manusia.

                Teori Atribusi
Teori atribusi dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang akan kita kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya, teori ini mengemukakan bahwa bila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal? Meski demikian, penentuan tersebut sebagian bergantung pada 3 faktor, yaitu keunikan, konsensus, dan konsistensi.
Berikut adalah gambar 1.2 Teori Atribusi


Salah satu penemuan lebih menarik dari teori atribusi adalah bahwa terdapat kekeliruan atau bias yang mendistorsi atribusi. Misalnya cukup banyak bukti yang mengungkapkan bahwa ketika membuat pertimbangan atau penilaian mengenai perilaku orang lain, maka kita mempunyai kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor eksternal dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal atau faktor-faktor pribadi. Ini disebut kekeliruan atribusi mendasar dan dapat menjelaskan mengapa manajer penjualan cenderung menghubungkan kinerja buruk agen penjualannya dengan kemalasan bukannya dengan deretan produk inovatif pesaing. Individu-individu cenderung menghubungkan sukses mereka sendiri dengan faktor-faktor internal seperti kemampuan atau upaya, sementara untuk kegagalan, yang disalahkan adalah faktor-faktor eksternal seperti; nasib kurang mujur. Ini disebut bias layanan diri.

Apakah kekeliruan dan bias yang mendistorsi atribusi ini bersifat universal pada kebudayaan-kebudayaan yang berlainan? Kita tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut secara absolut, namun terdapat sejumlah bukti awal yang menyiratkan perbedaan - perbedaan kebudayaan.
Jalan Pintas Yang Sering Digunakan Untuk Menilai Orang Lain
Kita menggunakan jalan pintas ketika kita menilai orang lain. Mempersepsikan dan menafsirkan apa yang dilakukan orang lain itu sulit. Akibatnya, individu-individu mengembangkan teknik-teknik untuk memudahkan pengelolaan tugas tersebut. Teknik-teknik ini seringkali bernilai, teknik tersebut memungkinkan kita untuk membuat persepsi dengan tepat dan cepat dan memberikan data yang sahih untuk membuat perkiraan. Akan tetapi teknik-teknik tersebut tidak bebas kesalahan. Teknik ini berpotensi dan menceburkan kita kedalam kesulitan. Pemahaman terhadap jalan pintas ini dapat membantu mengenali kapan teknik-teknik ini menghasilkan distorsi yang signifikan.
                 
                            1. Persepsi selektif : orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka   
                                 lihat atas dasar kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap
                                 mereka.
2.     Efek Halo : menggambarkan kesan umum tentang individu atas dasar karakteristik tunggal. Misal, kecerdasan, kemampuan bergaul atau penampilan.
3.     Efek Kontras : evaluasi terhadap karakteristik - karakteristik seseorang yang terpengaruh oleh perbandingan - perbandingan dengan orang lain yang baru masuk yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah berdasar karakteristik - karakteristik yang sama.
4.     Proyeksi : Mencirikan karakteristik - karakteristik pribadi seseorang ke orang lain.
5.     Membuat Stereotipe : menilai seseorang atas dasar persepsi seseorang terhadap kelompok dimana orang itu tergabung.

·         Penerapan Khusus Dalam Organisasi
Orang - orang dalam organisasi selalu saling menilai. Dalam banyak kasus, penilaian tersebut membawa banyak konsekuensi bagi organisasi.
1.     Wawancara karyawan
2.     Pengharapan Kinerja
3.     Evaluasi kinerja
4.     Upaya karyawan

II. NILAI
Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi dan social lebih dipilih dibandingkan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebalikan. Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasan - gagasan seseorang individu mengenai apa yang benar, baik atau diinginkan. Nilai mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan adalah penting. Atribut intensitas menjelaskan seberapa penting hal itu. Ketika kita memperingatkan nilai-nilai individu berdasarkan intensitasnya, kita peroleh system nilai orang tersebut. Kita semua mempunyai hierarki nilai yang membentuk system nilai kita. Sistem ini diidentifikasikan berdasarkan kepentingan relatif yang kita berikan ke nilai - nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran, kepatuhan dan kesetaraan.

Apakah nilai bersifat cair atau lentur? Secara umum dapat dikatakan, Tidak. Nilai             cenderung relatif stabil dan kokoh. Sebagian besar nilai yang kita pegang dibangun pada tahun-tahun awal kehidupan kita, dari orang tua, guru, teman, dan lain-lain. Sebagai anak, kita diberitahu bahwa perilaku atau hasil tertentu itu selalu diinginkan atau selalu tidak diinginkan.
A. Pentingnya Nilai.
Nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai mempengaruhi persepsi kita. Individu - individu memasuki gagasan kita dengan nilai yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang ”seharusnya” dan ”tidak seharusnya”. Tentu saja gagasan - gagasan itu sendiri tidaklah bebas nilai. Sebaliknya gagasan - gagasan tersebut mengandung penafsiran tentang benar dan salah. Lebih jauh, gagasan itu menyiratkan bahwa perilaku - perilaku atau hasil tertentu lebih disukai dari pada yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh obyektivitas dan rasionalitas.
Nilai umumnya mempengaruhi sikap dan perilaku. Andai kata saja anda memasuki organisasi dengan keyakinan bahwa penentuan gaji berdasarkan kinerja adalah benar, sedangkan penentuan gaji berdasarkan senioritas adalah salah atau lebih rendah. Bagaimana anda akan bereaksi jika mendapati bahwa organisasi ternyata memberikan gaji berdasarkan senioritas bukan kinerja? Kemungkinan besar anda akan kecewa, dan ini dapat memicu ketidakpuasan kerja dan keputusan untuk tidak memaksimalkan kinerja, karena penentuan gaji itu mungkin tidak akan mendatangkan lebih banyak uang. Akankah sikap dan perilaku anda berbeda jika nilai-nilai anda selaras dengan kebijakan upah dalam organisasi itu? Sangat mungkin.

III. SIKAP
Sikap adalah sesuatu yang kompleks, yang bisa didefinisikan sebagai pernyataan - pernyataan evaluatif, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, atau penilaian - penilaian mengenai obyek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.
Sikap tidak sama dengan nilai, namun keduanya saling berhubungan. Anda dapat mengetahui ini dengan melihat pada tiga komponen sikap: kognitif, afektif, dan perilaku.

Keyakinan bahwa ”diskriminasi adalah salah” merupakan pernyataan nilai. Pendapat semacam itu merupakan komponen kognitif dari sikap. Komponen tersebut menentukan tahapan untuk bagian yang lebih kritis dari sikap komponen afektif-nya. Komponen perilaku dari sikap merujuk ke maksud untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Memandang sikap yang tersusun dari tiga komponen; kognitif, afektif dan perilaku sangat membantu dalam memahami kerumitan sikap dan hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Tetapi demi kejelasan, jangan lupakan bahwa istilah sikap pada hakekatnya merujuk kebagian afektif dari tiga komponen itu. Dalam organisasi, sikap bersifat penting karena mereka mempengaruhi perilaku.

A. Tipe-Tipe Sikap
Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, namun perilaku organisasi memfokuskan perhatian kita pada sejumlah kecil sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek - aspek lingkungan kerja mereka. Sebagian besar penelitian dalam perilaku organisasi telah terfokus pada tiga sikap; kepuasan kerja, keterlibatan kerja dan komitmen pada organisasi.

1.   Kepuasan kerja

Istilah kepuasan kerja merujuk ke sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu seseorang yang tidak puas akan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya itu.

2.   Keterlibatan kerja

Keterlibatan kerja merupakan tambahan yang lebih baru dalam literatur perilaku organisasi. Meski belum terdapat kesepakatan penuh atas apa yang diartikan istilah tersebut, satu definisi yang dapat digunakan menyatakan bahwa keterlibatan kerja mengukur derajat sejauh mana seseorang secara psikologis mengaitkan dirinya ke pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya sebagai hal penting bagi harga diri. Karyawan dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat mengaitkan dirinya ke jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu.
Sikap ini didefinisikan sebagai keadaan di mana karyawan mengaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran - sasarannya, serta berharap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu.

B. Sikap dan Konsistensi
Penelitian umumnya menyimpulkan bahwa orang - orang mengusahakan konsistensi diantara sikap - sikapnya serta antara sikap dan perilakunya. Ini berarti bahwa individu - individu berusaha menyatukan sikap-sikap yang berpisahan dan memadukan sikap dan perilaku mereka sehingga tampak rasional dan konsisten. Jika terjadi ketidak konsistenan, digunakan kekuatan untuk mengembalikan individu itu pada keseimbangan di mana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini dapat dilakukan dengan entah mengubah sikap atau perilaku atau dengan mengembangkan rasionalisasi mengenai penyimpangan itu.

C. Teori Disonansi Kognitif
Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi berarti inkonsistensi (ketidakkonsistenan). Disonansi kognitif mengacu pada setiap ketidaksesuaian yang mungkin ditemukan oleh seorang individu antara dua atau lebih sikapnya, atau antara perilaku dan sikapnya. Festinger berpendapat bahwa setiap bentuk inkonsistensi tidak menyenangkan atau bahwa individu - individu akan berupaya mengurangi disonansi itu dan, dari situ mengurangi ketidaknyamanan. Oleh karena itu individu akan memperjuangkan keadaan mantap, yang didalamnya terdapat disonansi minimum.
Festinger mengemukakan bahwa hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu tersebut atas unsur-unsur itu, dan imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi.

Apakah implikasi organisasi dari teori disonansi kognitif? Teori tersebut dapat membantu memperkirakan kecenderungan keterlibatan ke perubahan sikap dan perilaku. Misalnya, jika individu - individu diwajibkan oleh tuntutan pekerjaannya
untuk mengatakan atau melakukan hal-hal yang berlawanan dengan sikap pribadi mereka, mereka akan cenderung memodifikasi sikap mereka agar sesuai dengan kognisi mengenai apa yang telah dikatakan atau dilakukan oleh mereka. Di samping itu, semakin besar disonansi itu setelah diperlunak oleh faktor - faktor arti penting pilihan, dan imbalan, semakin besar tekanan untuk menguranginya.

D. Mengukur Hubungan A – B
Telah dibahas sebelumnya bahwa sikap mempengaruhi perilaku. Penelitian - penelitian awal mengenai sikap menganggap bahwa sekap secara kausal terkait dengan perilaku; artinya, sikap seseorang menentukan apa yang mereka lakukan. Akal sehatpun menyarankan akan adanya hubungan itu.
Meski demikian, pada akhir dasawarsa 1960-an, hubungan yang diasumsikan ada antara sikap dan perilaku (A-B, A [attitude]-B [behavior] ) ditantang oleh kajian ulang terhadap riset tersebut. Berdasar evaluasi terhadap sejumlah studi yang menyelidiki hubungan antara A dan B, kajian ulang menyimpulkan bahwa sikap tidak terkait dengan perilaku atau kemungkinan terbaiknya, hanya sedikit hubungan. Penelitian yang lebih baru memperlihatkan bahwa hubungan A-B dapat diperbaiki dengan memperhatikan variabel - variabel pelunak yang mungkin.

1.   Variabel-Variabel Pelunak
Pelunak - pelunak paling berpengaruh yang telah ditemukan adalah arti penting sikap, spesifisitas sikap, aksesibilitas sikap, apakah terdapat tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung mengenai sikap.
Sikap - sikap penting adalah sikap - sikap yang mencerminkan nilai - nilai fundamentalis, kepentingan diri, atau identifikasi dengan individu - individu atau kelompok yang dihargai seorang pribadi. Sikap - sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan hubungan yang kuat dengan perilaku.

Perbedaan antara sikap dan perilaku lebih mungkin terjadi ketika tekanan sosial untuk berperilaku dengan cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Perbedaan itu cenderung mewarnai perilaku dalam organisasi.
Akhirnya hubungan sikap-perilaku (A-B) mungkin menjadi jauh lebih kuat jika sikap tertentu merujuk ke sesuatu yang dengannya individu tersebut mengarahkan pengalaman pribadinya.

2.   Teori Persepsi Diri
Meski sebagian besar studi A-B membuahkan hasil positif, para peneliti mencapai korelasi yang tetap lebih tinggi dengan menyelidiki arah yang lain, melihat apakah perilaku mempengaruhi sikap. Pandangan ini yang disebut teori persepsi diri, telah memberikan sejumlah penemuan yang menggembirakan. Teori berpendapat bahwa sikap - sikap digunakan, setelah fakta muncul, untuk membenarkan tindakan tertentu yang telah terjadi bukannya sebagai alat yang memicu dan memandu tindakan. Dan berlawanan dengan teori disonansi kognitif, sikap hanyalah pernyataan verbal sederhana.
Teori persepsi diri telah mendapat dukungan - dukungan kuat. Ketika hubungan sikap-perilaku tradisional umumnya positif, hubungan perilaku sikap lebih kuat. Ini terutama terjadi ketika sikap - sikap tersebut bersikap samar - samar dan mendua. Ketika anda memiliki sedikit pengalaman menyangkut masalah sikap atau memberikan sedikit pemikiran awal tentang itu, anda akan cenderung menganggap sikap anda berasal dari perilaku anda. Akan tetapi, bila sikap anda sudah dimantapkan untuk sesaat dan definisikan dengan baik, sikap - sikap tersebut mungkin memandu perilaku anda.

E. Penerapan Survei - survei Sikap
Bagaimana manajemen memperoleh informasi mengenai sikap karyawan? Metode yang paling populer adalah melalui penggunaan survei sikap. Hasil - hasil survei sikap sering mengejutkan manajemen. Karena karyawan secara aktif terlibat dalam keputusan - keputusan divisi dan profitabilitas mencapai level tertinggi dalam keseluruhan perusahaan, manajemen menganggap mencapai level tinggi. Penggunaan survey - survey sikap yang teratur akan memberikan umpan balik yang berharga bagi para manajer mengenai bagaimana para karyawan mempersepsikan kondisi kerja mereka. Kebijakan dan praktik yang dianggap obyektif dan adil oleh manajemen mungkin tampak tidak adil oleh karyawan secara umum atau oleh kelompok - kelompok karyawan tertentu. Jika persepsi - persepsi terdistorsi membuahkan sikap negative terhadap pekerjaan dan organisasi, maka sangat penting bagi para manajer untuk mengetahuinya. Mengapa? Karena perilaku didasari oleh persepsi, bukan kenyataan. Harus diingat, karyawan yang mengundurkan diri karena ia yakin ia dibayar terlalu rendah, ketika kenyataannya manajemen mempunyai data obyektif untuk mendukung keyakinan bahwa gaji karyawan itu sangat bersaing, mempunyai dampak yang sama dengan jika terdapat kenyataan bahwa ia memang dibayar terlalu rendah. Penggunaan survei sikap yang teratur dapat menjadi peringatan dini bagi manajemen atas masalah - masalah potensial dan niat - niat karyawan sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah dampak.

F. Sikap dan Keberagaman Angkatan Kerja
Seperti apa program - program keberagaman karyawan dan bagaimana program - program itu menangani perubahan sikap? Hampir semua program itu melibatkan tahap evaluasi diri. Orang ditekan untuk menilai diri mereka sendiri dan untuk menentang stereotip - stereotip etnis dan kebudayaan yang mungkin mereka pegang.
Kegiatan - kegiatan tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap antara lain adalah merancang orang agar melakukan tugas sukarela dalam komunikasi atau pusat - pusat layanan sosial sehingga dapat bertatap muka dengan individu - individu dan kelompok - kelompok dari latar belakang berbeda dan menggunakan latihan - latihan yang memungkinkan peserta merasakan seperti apabila dia berbeda.

IV. EMOSI
Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.
A.  Aspek Emosi
Terdapat aspek emosi yang fundamental yang harus dipertimbangkan, diantaranya:
1.   Biologi emosi
Semua emosi berasal dari sistem limbik otak yang kira - kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut dan terletak di batang otak. Orang - orang cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara relatif tidak aktif. Sistem limbik orang tidaklah sama. Sistem limbik yang lebih aktif terdapat pada orang - orang yang depresi, khususnya ketika mereka memperoleh informasi negatif.
2.   Intensitas
Setiap orang memberikan respon yang berbeda - beda terhadap rangsangan pemicu emosi yang sama. Dalam sejumlah kasus, kepribadian menjadi penyebab perbedaan tersebut. Pada saat lain, perbedaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan - persyaratan pekerjaan.
3.   Frekuesi dan durasi
Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seorang karyawan dari suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi - emosi yang harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan lamanya mereka berusaha menampilkannya.
4.   Rasionalitas dan emosi
Emosi adalah penting terhadap pemikiran rasional karena emosi memberikan informasi penting mengenai pemahaman terhadap dunia sekitar. Dalam suatu organisasi, kunci pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan.
5.   Fungsi emosi
Dalam ”The Expression of the Emotions in Man and Animals”, Charles Darwin menyatakan bahwa emosi berkembang seiring waktu untuk membantu manusia memecahkan masalah. Emosi sangat berguna karena ‘memotivasi’ orang untuk terlibat dalam tindakan penting agar data bertahan hidup tindakan - tindakan seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan, menjaga diri terhadap pemangsa, dan memprediksi perilaku. Emosi sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. manusia lain.

B.   Klasifikasi emosi
Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah berdasarkan apakah emosi tersebut positif atau negatif. Emosi - emosi positif seperti rasa gembira dan rasa syukur mengekspresikan sebuah evaluasi atau perasaan menguntungkan, sedangkan emosi - emosi negatif seperti rasa marah atau rasa bersalah mengekspresikan sebaliknya. Emosi tidak dapat netral, karena menjadi netral berarti menjadi nonemosional.

C.   Sumber – sumber emosi dan suasana hati
1.   Kepribadian
Kepribadian memberi kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu, contohnya beberapa orang merasa bersalah dan merasakan kemarahan dengan lebih mudah dibandingkan orang lain, sedangkan orang lain mungkin merasa tenang dan rileks dalam situasi apa pun. Intinya, beberapa orang memiliki kecenderungan untuk memiliki emosi apa pun secara lebih intens atau memiliki intensitas afek (perbedaan individual dalam kekuatan di mana individu - individu mengalami emosi mereka) tinggi.
2.   Hari dalam seminggu dan waktu dalam sehari
Orang - orang cenderung berada dalam suasana hati terburuk di awal minggu dan berada dalam suasana hati terbaik di akhir minggu. Contoh, tidur adalah salah satu sumber emosi dan suasana hati.
3.   Cuaca
Cuaca menjadi sebuah peristiwa yang luar biasa sedikit pengaruh terhadap suasana hati. Seorang ahli menyimpulkan, "Berlawanan dengan pandangan kultur yang ada, data ini menunjukkan bahwa orang - orang tidak melaporkan suasana hati yang lebih baik pada hari yang cerah atau sebaliknya.
4.   Stres
Sebuah penelitian menghasilkan pernyataan, "Adanya peristiwa yang terus - menerus terjadi yang menimbulkan stres tingkat rendah menyebabkan para pekerja mengalami tingkat ketegangan yang semakin lama seiring berjalannya waktu semakin meningkat.
5.   Aktivitas sosial
Orang - orang dengan suasana hati positif biasanya mencari interaksi sosial dan sebaliknya, interaksi sosial menyebabkan orang - orang mempunyai suasana hati yang baik. Jenis aktivitas sosial juga berpengaruh. Penelitian mengungkap bahwa aktivitas sosial yang bersifat fisik, informal, atau Epicurean lebih diasosiasikan secara kuat dengan peningkatan suasana hati yang positif dibandingkan dengan kejadian - kejadian formal atau yang bersifat duduk terus - menerus. Contoh, Olahraga adalah salah satu sumber emosi dan suasana hati.
6.   Tidur
Kualitas tidur memengaruhi suasana hati. Para sarjana dan pekerja dewasa yang tidak memperoleh tidur yang cukup melaporkan adanya perasaan kelelahan yang lebih besar, kemarahan, dan ketidakramahan. Satu dari alasan mengapa tidur yang lebih sedikit, atau kualitas tidur yang buruk, menempatkan orang dalam suasana hati yang buruk karena hal tersebut memperburuk pengamnbilan keputusan dan membuatnya sulit untuk mengontrol emosi. 
7.   Olahraga
Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa olahraga meningkatkan suasana hati positif.
8.   Usia
Suatu penelitian atas orang-orang yang berusia 18 hingga 94 tahun mengungkapkan bahwa emosi negatif tampaknya semakin jarang terjadi seiring bertambahnya usia seseorang.
9.   Gender
Dalam perbandingan antar genderwanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih besar dibandingkan pria. Mereka megalami emosi secara lebih intens dan mereka menunjukkan ekspresi emosi positif maupun negatif yang lebih sering, kecuali kemarahan. Tidak seperti pria, wanita juga menyatakan lebih nyaman dalam mengekpresikan emosi dan mampu membaca petunjuk nonverbal dan paralinguistik secara lebih baik.

D.   Batasan eksternal pada emosi
Setiap organisasi mendefinisikan batasan - batasan yang mengidentifikasi emosi - emosi yang dapat diterima dan sampai tingkat mana karyawan dapat mengekspresikannya.
o    Pengaruh - pengaruh organisasional
o    Pengaruh - pengaruh budaya
Sebagai contoh, di Cina orang menyatakan bahwa mereka mengalami lebih sedikit emosi positif dan negatif dibandingkan orang-orang dalam budaya lainnya, dan apa pun emosi yang mereka alami adalah kurang intensitasnya dibandingkan pada kultur lain.

E.   Kerja emosional

Kerja emosional adalah situasi saat seorang karyawan mengekspresikan emosi - emosi yang diinginkan secara organisasional selama transaksi antarpersonal di tempat kerja. Konsep kerja emosional muncul dari penelitian - penelitian atas pekerjaan terkait pelayanan, contohnya sebuah maskapai penerbangan mengharapkan pramugari mereka untuk gembira. Tetapi kerja emosional dapat relevan untuk semua jenis pekerjaan. Sebagai contoh, seorang manajer mengharapkan bawahannya untuk bersikap sopan dalam interaksi dengan rekan-rekan kerja. Tantangan sebenanrnya adalah ketika para karyawan harus menunjukkan satu emosi sementara pada saat yang bersamaan mengalami emosi yang lain. Perbedaan ini disebut disonansi emosional. Jika dibiarkan, perasaan terkungkung dari frustasi, kemarahan, dan kebencian akhirnya dapat menyebabkan kelelahan emosional dan kejatuhan mental

No comments:

Post a Comment