I. PERSEPSI
Apakah Persepsi itu, dan mengapa persepsi itu penting?
Persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk
mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna
kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang
dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Tidak selalu berbeda, namun sering
terdapat ketidaksepakatan.
Mengapa persepsi itu penting dalam studi OB? Semata-mata
karena perilaku manusia didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas
yang ada, bukan mengenai realitas itu sendiri. Dunia seperti yang dipersepsikan
adalah dunia yang penting dari segi perilaku.
A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Persepsi
Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutar
balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada dalam pihak pelaku persepsi, dalam
obyek atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana
persepsi itu dibuat. Gambar 1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
B. Persepsi Orang Membuat Penilaian
Mengenai Orang Lain
Sekarang beralih ke penerapan paling relevan dari
konsep-konsep persepsi ke OB. Ini adalah isu persepsi manusia.
Teori
Atribusi
Teori atribusi dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan
mengenai cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna
apa yang akan kita kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya, teori ini
mengemukakan bahwa bila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha
menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal? Meski
demikian, penentuan tersebut sebagian bergantung pada 3 faktor, yaitu keunikan,
konsensus, dan konsistensi.
Berikut adalah gambar 1.2 Teori Atribusi
Salah satu penemuan lebih menarik dari teori atribusi adalah
bahwa terdapat kekeliruan atau bias yang mendistorsi atribusi. Misalnya cukup
banyak bukti yang mengungkapkan bahwa ketika membuat pertimbangan atau
penilaian mengenai perilaku orang lain, maka kita mempunyai kecenderungan untuk
meremehkan pengaruh faktor eksternal dan melebih-lebihkan pengaruh faktor
internal atau faktor-faktor pribadi. Ini disebut kekeliruan atribusi
mendasar dan dapat menjelaskan mengapa manajer penjualan cenderung
menghubungkan kinerja buruk agen penjualannya dengan kemalasan bukannya dengan
deretan produk inovatif pesaing. Individu-individu cenderung menghubungkan
sukses mereka sendiri dengan faktor-faktor internal seperti kemampuan atau
upaya, sementara untuk kegagalan, yang disalahkan adalah faktor-faktor
eksternal seperti; nasib kurang mujur. Ini disebut bias layanan diri.
Apakah
kekeliruan dan bias yang mendistorsi atribusi ini bersifat universal pada
kebudayaan-kebudayaan yang berlainan? Kita tidak dapat menjawab pertanyaan
tersebut secara absolut, namun terdapat sejumlah bukti awal yang menyiratkan
perbedaan - perbedaan kebudayaan.
⇒ Jalan Pintas Yang Sering Digunakan
Untuk Menilai Orang Lain
Kita menggunakan jalan pintas ketika kita menilai orang
lain. Mempersepsikan dan menafsirkan apa yang dilakukan orang lain itu sulit.
Akibatnya, individu-individu mengembangkan teknik-teknik untuk memudahkan
pengelolaan tugas tersebut. Teknik-teknik ini seringkali bernilai, teknik
tersebut memungkinkan kita untuk membuat persepsi dengan tepat dan cepat dan
memberikan data yang sahih untuk membuat perkiraan. Akan tetapi teknik-teknik
tersebut tidak bebas kesalahan. Teknik ini berpotensi dan menceburkan kita
kedalam kesulitan. Pemahaman terhadap jalan pintas ini dapat membantu mengenali
kapan teknik-teknik ini menghasilkan distorsi yang signifikan.
1. Persepsi selektif : orang secara
selektif menafsirkan apa yang mereka
lihat atas dasar kepentingan,
latar belakang, pengalaman, dan sikap
mereka.
2.
Efek
Halo : menggambarkan kesan umum tentang individu atas dasar karakteristik
tunggal. Misal, kecerdasan, kemampuan bergaul atau penampilan.
3.
Efek
Kontras : evaluasi terhadap karakteristik - karakteristik seseorang yang terpengaruh
oleh perbandingan - perbandingan dengan orang lain yang baru masuk yang
berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah berdasar karakteristik - karakteristik
yang sama.
4.
Proyeksi
: Mencirikan karakteristik - karakteristik pribadi seseorang ke orang lain.
5.
Membuat
Stereotipe : menilai seseorang atas dasar persepsi seseorang terhadap kelompok
dimana orang itu tergabung.
·
Penerapan
Khusus Dalam Organisasi
Orang - orang dalam organisasi selalu saling menilai. Dalam
banyak kasus, penilaian tersebut membawa banyak konsekuensi bagi organisasi.
1.
Wawancara
karyawan
2.
Pengharapan
Kinerja
3.
Evaluasi
kinerja
4.
Upaya
karyawan
II. NILAI
Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa bentuk
khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi dan social lebih
dipilih dibandingkan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan
atau kebalikan. Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasan - gagasan
seseorang individu mengenai apa yang benar, baik atau diinginkan. Nilai
mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa
bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan adalah penting. Atribut intensitas
menjelaskan seberapa penting hal itu. Ketika kita memperingatkan nilai-nilai
individu berdasarkan intensitasnya, kita peroleh system nilai orang tersebut.
Kita semua mempunyai hierarki nilai yang membentuk system nilai kita. Sistem
ini diidentifikasikan berdasarkan kepentingan relatif yang kita berikan ke
nilai - nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran, kepatuhan
dan kesetaraan.
Apakah nilai bersifat cair atau lentur?
Secara umum dapat dikatakan, Tidak. Nilai cenderung relatif stabil dan kokoh.
Sebagian besar nilai yang kita pegang dibangun pada tahun-tahun awal kehidupan
kita, dari orang tua, guru, teman, dan lain-lain. Sebagai anak, kita diberitahu
bahwa perilaku atau hasil tertentu itu selalu diinginkan atau selalu tidak
diinginkan.
A.
Pentingnya Nilai.
Nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena
nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai
mempengaruhi persepsi kita. Individu - individu memasuki gagasan kita dengan
nilai yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang ”seharusnya” dan ”tidak
seharusnya”. Tentu saja gagasan - gagasan itu sendiri tidaklah bebas nilai.
Sebaliknya gagasan - gagasan tersebut mengandung penafsiran tentang benar dan
salah. Lebih jauh, gagasan itu menyiratkan bahwa perilaku - perilaku atau hasil
tertentu lebih disukai dari pada yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh
obyektivitas dan rasionalitas.
Nilai umumnya mempengaruhi sikap dan perilaku. Andai kata
saja anda memasuki organisasi dengan keyakinan bahwa penentuan gaji berdasarkan
kinerja adalah benar, sedangkan penentuan gaji berdasarkan senioritas adalah
salah atau lebih rendah. Bagaimana anda akan bereaksi jika mendapati bahwa
organisasi ternyata memberikan gaji berdasarkan senioritas bukan kinerja?
Kemungkinan besar anda akan kecewa, dan ini dapat memicu ketidakpuasan kerja
dan keputusan untuk tidak memaksimalkan kinerja, karena penentuan gaji itu
mungkin tidak akan mendatangkan lebih banyak uang. Akankah sikap dan perilaku
anda berbeda jika nilai-nilai anda selaras dengan kebijakan upah dalam
organisasi itu? Sangat mungkin.
III. SIKAP
Sikap adalah sesuatu yang kompleks, yang bisa didefinisikan
sebagai pernyataan - pernyataan evaluatif, baik yang diinginkan atau yang tidak
diinginkan, atau penilaian - penilaian mengenai obyek, orang, atau peristiwa.
Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.
Sikap tidak sama dengan nilai, namun keduanya saling
berhubungan. Anda dapat mengetahui ini dengan melihat pada tiga komponen sikap:
kognitif, afektif, dan perilaku.
Keyakinan bahwa ”diskriminasi adalah
salah” merupakan pernyataan nilai. Pendapat semacam itu merupakan komponen
kognitif dari sikap. Komponen tersebut menentukan tahapan untuk bagian yang
lebih kritis dari sikap komponen afektif-nya. Komponen perilaku dari sikap
merujuk ke maksud untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap seseorang
atau sesuatu.
Memandang sikap yang tersusun dari tiga komponen; kognitif,
afektif dan perilaku sangat membantu dalam memahami kerumitan sikap dan
hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Tetapi demi kejelasan, jangan
lupakan bahwa istilah sikap pada hakekatnya merujuk kebagian afektif dari tiga
komponen itu. Dalam organisasi, sikap bersifat penting karena mereka
mempengaruhi perilaku.
A.
Tipe-Tipe Sikap
Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, namun perilaku
organisasi memfokuskan perhatian kita pada sejumlah kecil sikap yang berkaitan
dengan pekerjaan. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan
evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek - aspek
lingkungan kerja mereka. Sebagian besar penelitian dalam perilaku organisasi
telah terfokus pada tiga sikap; kepuasan kerja, keterlibatan kerja dan
komitmen pada organisasi.
1.
Kepuasan
kerja
Istilah kepuasan kerja merujuk ke sikap umum individu
terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu seseorang yang tidak puas
akan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya itu.
2.
Keterlibatan
kerja
Keterlibatan kerja merupakan tambahan
yang lebih baru dalam literatur perilaku organisasi. Meski belum terdapat
kesepakatan penuh atas apa yang diartikan istilah tersebut, satu definisi yang
dapat digunakan menyatakan bahwa keterlibatan kerja mengukur derajat sejauh
mana seseorang secara psikologis mengaitkan dirinya ke pekerjaannya dan menganggap
tingkat kinerjanya sebagai hal penting bagi harga diri. Karyawan dengan tingkat
keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat mengaitkan dirinya ke jenis kerja
yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu.
Sikap ini didefinisikan sebagai keadaan di mana karyawan
mengaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran - sasarannya, serta
berharap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu.
B. Sikap
dan Konsistensi
Penelitian umumnya menyimpulkan bahwa orang - orang
mengusahakan konsistensi diantara sikap - sikapnya serta antara sikap dan
perilakunya. Ini berarti bahwa individu - individu berusaha menyatukan
sikap-sikap yang berpisahan dan memadukan sikap dan perilaku mereka sehingga
tampak rasional dan konsisten. Jika terjadi ketidak konsistenan, digunakan
kekuatan untuk mengembalikan individu itu pada keseimbangan di mana sikap dan
perilaku kembali konsisten. Ini dapat dilakukan dengan entah mengubah sikap
atau perilaku atau dengan mengembangkan rasionalisasi mengenai penyimpangan
itu.
C. Teori
Disonansi Kognitif
Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan
perilaku. Disonansi berarti inkonsistensi (ketidakkonsistenan). Disonansi
kognitif mengacu pada setiap ketidaksesuaian yang mungkin ditemukan oleh
seorang individu antara dua atau lebih sikapnya, atau antara perilaku dan
sikapnya. Festinger berpendapat bahwa setiap bentuk inkonsistensi tidak
menyenangkan atau bahwa individu - individu akan berupaya mengurangi disonansi
itu dan, dari situ mengurangi ketidaknyamanan. Oleh karena itu individu akan
memperjuangkan keadaan mantap, yang didalamnya terdapat disonansi minimum.
Festinger mengemukakan bahwa hasrat untuk mengurangi disonansi akan
ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat
pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu tersebut atas unsur-unsur itu,
dan imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi.
Apakah implikasi organisasi dari teori
disonansi kognitif? Teori tersebut dapat membantu memperkirakan kecenderungan
keterlibatan ke perubahan sikap dan perilaku. Misalnya, jika individu - individu
diwajibkan oleh tuntutan pekerjaannya
untuk mengatakan atau melakukan hal-hal yang berlawanan
dengan sikap pribadi mereka, mereka akan cenderung memodifikasi sikap mereka
agar sesuai dengan kognisi mengenai apa yang telah dikatakan atau dilakukan
oleh mereka. Di samping itu, semakin besar disonansi itu setelah diperlunak
oleh faktor - faktor arti penting pilihan, dan imbalan, semakin besar tekanan
untuk menguranginya.
D. Mengukur
Hubungan A – B
Telah dibahas sebelumnya bahwa sikap mempengaruhi perilaku.
Penelitian - penelitian awal mengenai sikap menganggap bahwa sekap secara
kausal terkait dengan perilaku; artinya, sikap seseorang menentukan apa yang
mereka lakukan. Akal sehatpun menyarankan akan adanya hubungan itu.
Meski demikian, pada akhir dasawarsa 1960-an, hubungan yang
diasumsikan ada antara sikap dan perilaku (A-B, A [attitude]-B [behavior]
) ditantang oleh kajian ulang terhadap riset tersebut. Berdasar evaluasi
terhadap sejumlah studi yang menyelidiki hubungan antara A dan B, kajian ulang
menyimpulkan bahwa sikap tidak terkait dengan perilaku atau kemungkinan
terbaiknya, hanya sedikit hubungan. Penelitian yang lebih baru memperlihatkan
bahwa hubungan A-B dapat diperbaiki dengan memperhatikan variabel - variabel
pelunak yang mungkin.
1.
Variabel-Variabel Pelunak
Pelunak - pelunak paling berpengaruh yang telah ditemukan
adalah arti penting sikap, spesifisitas sikap, aksesibilitas sikap, apakah
terdapat tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung
mengenai sikap.
Sikap - sikap penting adalah sikap - sikap yang mencerminkan
nilai - nilai fundamentalis, kepentingan diri, atau identifikasi dengan
individu - individu atau kelompok yang dihargai seorang pribadi. Sikap - sikap
yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan hubungan yang kuat
dengan perilaku.
Perbedaan antara sikap dan perilaku lebih mungkin terjadi
ketika tekanan sosial untuk berperilaku dengan cara tertentu memiliki kekuatan
yang luar biasa. Perbedaan itu cenderung mewarnai perilaku dalam organisasi.
Akhirnya hubungan sikap-perilaku (A-B) mungkin menjadi jauh
lebih kuat jika sikap tertentu merujuk ke sesuatu yang dengannya individu
tersebut mengarahkan pengalaman pribadinya.
2. Teori
Persepsi Diri
Meski sebagian besar studi A-B membuahkan hasil positif,
para peneliti mencapai korelasi yang tetap lebih tinggi dengan menyelidiki arah
yang lain, melihat apakah perilaku mempengaruhi sikap. Pandangan ini yang
disebut teori persepsi diri, telah memberikan sejumlah penemuan yang
menggembirakan. Teori berpendapat bahwa sikap - sikap digunakan, setelah fakta
muncul, untuk membenarkan tindakan tertentu yang telah terjadi bukannya sebagai
alat yang memicu dan memandu tindakan. Dan berlawanan dengan teori disonansi
kognitif, sikap hanyalah pernyataan verbal sederhana.
Teori persepsi diri telah mendapat dukungan - dukungan kuat.
Ketika hubungan sikap-perilaku tradisional umumnya positif, hubungan perilaku
sikap lebih kuat. Ini terutama terjadi ketika sikap - sikap tersebut bersikap
samar - samar dan mendua. Ketika anda memiliki sedikit pengalaman menyangkut
masalah sikap atau memberikan sedikit pemikiran awal tentang itu, anda akan
cenderung menganggap sikap anda berasal dari perilaku anda. Akan tetapi, bila
sikap anda sudah dimantapkan untuk sesaat dan definisikan dengan baik, sikap - sikap
tersebut mungkin memandu perilaku anda.
E.
Penerapan Survei - survei Sikap
Bagaimana
manajemen memperoleh informasi mengenai sikap karyawan? Metode yang paling
populer adalah melalui penggunaan survei sikap. Hasil - hasil survei sikap
sering mengejutkan manajemen. Karena karyawan secara aktif terlibat dalam
keputusan - keputusan divisi dan profitabilitas mencapai level tertinggi dalam
keseluruhan perusahaan, manajemen menganggap mencapai level tinggi. Penggunaan
survey - survey sikap yang teratur akan memberikan umpan balik yang berharga
bagi para manajer mengenai bagaimana para karyawan mempersepsikan kondisi kerja
mereka. Kebijakan dan praktik yang dianggap obyektif dan adil oleh manajemen
mungkin tampak tidak adil oleh karyawan secara umum atau oleh kelompok - kelompok
karyawan tertentu. Jika persepsi - persepsi terdistorsi membuahkan sikap
negative terhadap pekerjaan dan organisasi, maka sangat penting bagi para
manajer untuk mengetahuinya. Mengapa? Karena perilaku didasari oleh persepsi,
bukan kenyataan. Harus diingat, karyawan yang mengundurkan diri karena ia yakin
ia dibayar terlalu rendah, ketika kenyataannya manajemen mempunyai data
obyektif untuk mendukung keyakinan bahwa gaji karyawan itu sangat bersaing,
mempunyai dampak yang sama dengan jika terdapat kenyataan bahwa ia memang
dibayar terlalu rendah. Penggunaan survei sikap yang teratur dapat menjadi
peringatan dini bagi manajemen atas masalah - masalah potensial dan niat - niat
karyawan sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah dampak.
F. Sikap
dan Keberagaman Angkatan Kerja
Seperti apa program - program keberagaman karyawan dan
bagaimana program - program itu menangani perubahan sikap? Hampir semua program
itu melibatkan tahap evaluasi diri. Orang ditekan untuk menilai diri mereka
sendiri dan untuk menentang stereotip - stereotip etnis dan kebudayaan yang
mungkin mereka pegang.
Kegiatan - kegiatan tambahan yang
dirancang untuk mengubah sikap antara lain adalah merancang orang agar
melakukan tugas sukarela dalam komunikasi atau pusat - pusat layanan sosial
sehingga dapat bertatap muka dengan individu - individu dan kelompok - kelompok
dari latar belakang berbeda dan menggunakan latihan - latihan yang memungkinkan
peserta merasakan seperti apabila dia berbeda.
IV. EMOSI
Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan
kepada seseorang atau sesuatu.Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau
kejadian. Emosi dapat ditunjukkan ketika
merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.
A. Aspek Emosi
Terdapat aspek emosi yang
fundamental yang harus dipertimbangkan, diantaranya:
1.
Biologi emosi
Semua emosi berasal dari
sistem limbik otak yang kira - kira
berukuran sebesar sebuah kacang walnut dan
terletak di batang otak. Orang - orang
cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara relatif tidak
aktif. Sistem limbik orang tidaklah sama. Sistem limbik yang lebih
aktif terdapat pada orang - orang yang depresi,
khususnya ketika mereka memperoleh informasi negatif.
2.
Intensitas
Setiap orang
memberikan respon yang berbeda - beda terhadap rangsangan pemicu emosi yang
sama. Dalam sejumlah kasus, kepribadian menjadi
penyebab perbedaan tersebut. Pada saat lain, perbedaan tersebut timbul sebagai
hasil dari persyaratan - persyaratan pekerjaan.
3.
Frekuesi dan durasi
Suksesnya pemenuhan
tuntutan emosional seorang karyawan dari
suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi - emosi yang harus
ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan lamanya
mereka berusaha menampilkannya.
4.
Rasionalitas dan emosi
Emosi adalah penting terhadap pemikiran rasional
karena emosi memberikan informasi penting
mengenai pemahaman terhadap dunia sekitar. Dalam suatu organisasi, kunci
pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam
suatu keputusan.
5. Fungsi emosi
Dalam ”The Expression of the Emotions in Man and
Animals”, Charles Darwin menyatakan bahwa emosi berkembang seiring waktu
untuk membantu manusia memecahkan masalah. Emosi sangat berguna karena ‘memotivasi’ orang
untuk terlibat dalam tindakan penting agar data bertahan hidup tindakan - tindakan
seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan,
menjaga diri terhadap pemangsa, dan memprediksi perilaku. Emosi sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. manusia lain.
B. Klasifikasi emosi
Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah
berdasarkan apakah emosi tersebut positif atau negatif. Emosi - emosi positif
seperti rasa gembira dan rasa syukur
mengekspresikan sebuah evaluasi atau perasaan menguntungkan, sedangkan emosi - emosi
negatif seperti rasa marah atau
rasa bersalah mengekspresikan sebaliknya. Emosi tidak dapat netral, karena
menjadi netral berarti menjadi nonemosional.
C. Sumber – sumber emosi dan
suasana hati
1. Kepribadian
Kepribadian memberi kecenderungan
kepada orang untuk mengalami suasana hati dan
emosi tertentu, contohnya beberapa orang merasa bersalah dan merasakan
kemarahan dengan lebih mudah dibandingkan orang lain, sedangkan orang lain
mungkin merasa tenang dan rileks dalam situasi apa pun. Intinya, beberapa
orang memiliki kecenderungan untuk memiliki emosi apa pun secara lebih intens
atau memiliki intensitas afek (perbedaan individual dalam kekuatan di mana individu
- individu mengalami emosi mereka) tinggi.
2.
Hari dalam seminggu dan waktu dalam sehari
Orang - orang cenderung
berada dalam suasana hati terburuk di awal minggu dan berada dalam suasana hati
terbaik di akhir minggu. Contoh, tidur
adalah salah satu sumber emosi dan suasana hati.
3.
Cuaca
Cuaca menjadi sebuah peristiwa yang luar biasa sedikit
pengaruh terhadap suasana hati. Seorang ahli menyimpulkan,
"Berlawanan dengan pandangan kultur yang
ada, data ini menunjukkan bahwa orang - orang tidak melaporkan suasana hati
yang lebih baik pada hari yang cerah atau sebaliknya.
4.
Stres
Sebuah penelitian menghasilkan pernyataan, "Adanya
peristiwa yang terus - menerus terjadi yang menimbulkan stres tingkat
rendah menyebabkan para pekerja mengalami tingkat ketegangan yang semakin lama
seiring berjalannya waktu semakin meningkat.
5.
Aktivitas sosial
Orang - orang dengan
suasana hati positif biasanya mencari interaksi sosial
dan sebaliknya, interaksi sosial menyebabkan orang - orang mempunyai suasana
hati yang baik. Jenis aktivitas sosial juga berpengaruh. Penelitian
mengungkap bahwa aktivitas sosial yang bersifat fisik, informal, atau Epicurean lebih
diasosiasikan secara kuat dengan peningkatan suasana hati yang positif
dibandingkan dengan kejadian - kejadian formal atau yang bersifat duduk terus -
menerus. Contoh, Olahraga adalah salah satu sumber emosi dan suasana
hati.
6.
Tidur
Kualitas tidur memengaruhi
suasana hati. Para sarjana dan pekerja dewasa yang tidak memperoleh tidur
yang cukup melaporkan adanya perasaan kelelahan yang lebih besar, kemarahan,
dan ketidakramahan. Satu dari alasan mengapa tidur yang lebih sedikit,
atau kualitas tidur yang buruk, menempatkan orang dalam suasana hati yang buruk
karena hal tersebut memperburuk pengamnbilan keputusan dan membuatnya sulit
untuk mengontrol emosi.
7.
Olahraga
8.
Usia
Suatu penelitian atas
orang-orang yang berusia 18 hingga 94 tahun mengungkapkan bahwa emosi negatif tampaknya
semakin jarang terjadi seiring bertambahnya usia
seseorang.
9.
Gender
Dalam perbandingan antar gender, wanita menunjukkan
ekspresi emosional yang lebih besar dibandingkan pria. Mereka
megalami emosi secara lebih intens dan mereka menunjukkan ekspresi emosi
positif maupun negatif yang lebih sering, kecuali kemarahan. Tidak seperti
pria, wanita juga menyatakan lebih nyaman dalam mengekpresikan emosi dan mampu
membaca petunjuk nonverbal dan paralinguistik secara lebih baik.
D.
Batasan eksternal pada emosi
Setiap organisasi mendefinisikan
batasan - batasan yang mengidentifikasi emosi - emosi yang dapat diterima dan
sampai tingkat mana karyawan dapat mengekspresikannya.
o
Pengaruh - pengaruh
organisasional
o
Pengaruh - pengaruh budaya
Sebagai
contoh, di Cina orang menyatakan bahwa mereka mengalami lebih
sedikit emosi positif dan negatif dibandingkan orang-orang dalam budaya
lainnya, dan apa pun emosi yang mereka alami adalah kurang intensitasnya
dibandingkan pada kultur lain.
E.
Kerja emosional
Kerja emosional adalah
situasi saat seorang karyawan mengekspresikan emosi - emosi yang diinginkan
secara organisasional selama transaksi antarpersonal di tempat
kerja. Konsep kerja emosional muncul dari penelitian - penelitian atas
pekerjaan terkait pelayanan, contohnya sebuah maskapai penerbangan mengharapkan
pramugari mereka untuk gembira. Tetapi kerja emosional dapat relevan untuk
semua jenis pekerjaan. Sebagai contoh, seorang manajer mengharapkan
bawahannya untuk bersikap sopan dalam interaksi dengan rekan-rekan kerja.
Tantangan sebenanrnya adalah ketika para karyawan harus menunjukkan satu emosi
sementara pada saat yang bersamaan mengalami emosi yang lain. Perbedaan
ini disebut disonansi emosional. Jika dibiarkan, perasaan terkungkung dari
frustasi, kemarahan, dan kebencian akhirnya dapat menyebabkan kelelahan emosional
dan kejatuhan mental.


No comments:
Post a Comment